
KONFRONTASI- Sutradara film yang juga pendiri Watchdoc, Dandhy Dwi Laksono meminta kepada para politisi untuk tidak melupakan janji yang pernah diumbar saat masa kampanye. Dandhy mengatakan, telah membuat sebuah film berjudul "Yang Ke-7" yang didedikasikan sebagai bentuk kritikan terhadap pemegang kebijakan sekaligus menyadarkan masyarakat atas kondisi yang saat ini terjadi.
“Ini mengingatkan kembali janji politisi saat masa kampanye, sekaligus kontrak politik untuk para capres. Mereka dapat menonton lagi kegiatan saat kampanye dan mengingat lagi janji-janjinya pada rakyat. Demikian juga, masyarakat dapat tersadar kembali terhadap janji-janji yang sempat menghipnotis mereka,” ujar Dandhy dalam sebuah diskusi bertema "Merasionalitaskan Pencapaian dan Paradoks Demokrasi" yang diselenggarakan Forum Tebet (Forte) di Tebet, Jakarta, Selasa (19/2/2019).
Menurutnya, politisi yang kini duduk di kursi pemerintahan seharusnya mewakili aspirasi rakyat, bukan malah menyuarakan golongannya atau para pemodal. “Bagaimana pun mereka (pejabat negara) itu hadir karena dukungan suara dari rakyat,” kata Dandhy.
Pada kesempatan yang sama, penggiat budaya Lexy Junior Rambadeta menyoroti perilaku para pendukung capres yang mulai tidak sehat. Misalnya, terkait kata hoax yang saat ini populer. Suatu hal dikatakan hoax jika informasi itu tidak sesuai dengan keinginan, tanpa proses pencarian kebenaran.
“Saya kemarin di GBK saat debat kandidat. Saya bertemu dengan relawan Jokowi yang melakukan nonton bareng. Saat itu saya tanya, ada orang-orang di sekeliling Jokowi yang merugikan rakyat. Semua yang ditanya menjawab spontan, hal tersebut adalah hoax. Sementara, kalau ada yang percaya dengan informasi yang dianggapnya positif, berita itu langsung disebarkan, meski data dan faktanya tidak diperiksa lagi,” tukas Lexi.
Hal itu juga, kata dia, terjadi di kelas menengah, apalagi kelas bawah. Pola seperti ini juga terjadi pada dua kubu yang terlibat polarisasi pada Pilpres 2019. "Tugas kaum intelektual sangat berat. Mendobrak daya pengaruhnya plier believe (dari orang yang terdogma sebuah kepercayaan). Kita harus disambut dengan membentuk kelompok yang mendukung kerja-kerja intelektual yang berpikir independen,” kata dia.
Meski demikian, Lexy menambahkan, perkembangan hoax Indonesia masih dianggap wajar, karena jarang sekali menimbulkan korban jiwa. “Berbeda dengan di negara lain, seperti India, Filipina, atau di negara-negara Afrika, yang sampai jatuh korban. Di Indonesia, paling parah mungkin hanya dilaporkan ke pihak berwajib,” kata Lexi.